
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, turut mengapresiasi karya ini. “Ini keren banget, mesti dibawa ke desa wisata nih, buat jadi instalasi di sana,” ucapnya, mendorong agar karya Rani diperkenalkan di desa wisata untuk menarik minat masyarakat terhadap seni dan teknologi tradisional.
Evolusi Karya: Dari Instrumen Musik ke Instalasi Interaktif
Sebelumnya, pada tahun 2022, Kincia Aia didesain oleh Rani sebagai instrumen musik yang dimainkan dalam pertunjukan musik. Instrumen ini lahir dari program Musicians in Residence yang diselenggarakan oleh British Council, dengan tuan rumah Huddersfield Contemporary Music Festival.
Tahun ini, Kincia Aia dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah instalasi interaktif, dan Rani kembali berkolaborasi dengan British Council untuk menambah kedalaman karya dan memperluas pengalaman interaktif bagi pengunjung.
Kecerdasan Leluhur dalam Menghadapi Tantangan Lingkungan
Dalam budaya Minangkabau, kincia aia telah digunakan selama lebih dari dua abad sebagai teknologi untuk mengairi sawah dan menumbuk bahan makanan menjadi tepung. Namun, teknologi yang dulunya umum ini kini semakin jarang terlihat. Sungai-sungai yang dulu menjadi sumber daya utama untuk memutar kincir mulai mengering akibat perubahan lingkungan.
“Selama riset untuk karya ini, saya kesulitan menemukan sungai dengan arus deras untuk memutar kincir air. Ini tanda jelas bahwa ada yang salah dengan lingkungan kita,” kata Rani. Melalui Kincia Aia, ia menghidupkan kembali kecerdasan leluhur Minangkabau dalam menghadapi tantangan alam.





Tinggalkan komentar