
Rani percaya teknologi tradisional ini masih relevan, terutama di tengah isu perubahan iklim dan krisis lingkungan. “Kita harus merayakan kecerdasan leluhur kita. Jika tidak dirayakan dan dilestarikan, generasi muda mungkin akan melupakan kekayaan budaya ini,” katanya.
Refleksi atas Sejarah dan Krisis Lingkungan
Sejarah panjang kincia aia juga pernah dicatat lebih dari 200 tahun lalu oleh Sir Thomas Stamford Raffles dalam bukunya Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles. Dalam buku tersebut, ia mengamati penggunaan kincir air dari bambu untuk mengairi sawah di sekitar Danau Singkarak dan Batang Kuantan, menyoroti kemajuan teknologi ini dibandingkan dengan daerah lain.
Namun, seiring berkembangnya teknologi modern, keberadaan kincia aia terancam punah. Saat ini, hanya tersisa beberapa kincir air di Sumatera Barat, yang kebanyakan sudah tidak berfungsi.
Dengan karya Kincia Aia, Rani mencoba menyuarakan pentingnya merawat warisan teknologi leluhur ini, tidak hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga sebagai inspirasi untuk masa depan. “Melalui kincia aia, kita belajar tentang sejarah dan menghargai leluhur kita,” kata Rani. “Ini tentang bagaimana kita bisa merawat teknologi tradisional yang cerdas ini agar tidak punah.”
Menjaga Kearifan Lokal Melalui Seni
Rani Jambak dikenal sebagai seniman, musisi, dan komposer yang fokus pada eksplorasi komposisi berbasis soundscape. Sebagai “pemburu suara,” ia merekam suara-suara dari lingkungan sekitar dan mengolahnya menjadi karya musik yang unik.





Tinggalkan komentar