
Workshop ini tidak hanya membantu peserta menyelami diri mereka sendiri, tetapi juga memperlihatkan bahwa musik dapat menjadi alat untuk menyembuhkan dan membangun koneksi emosional. Melalui pendekatan yang inklusif, Perempuan Komponis menunjukkan bahwa seni adalah sarana refleksi dan ekspresi yang dapat dinikmati semua kalangan.
Tradisi dan Modernitas dalam Harmoni Kincia Aia
Rani Jambak membawakan Listening Session dengan tema “Kincia Aia” pada 20 November 2024. Dalam sesi ini, ia menampilkan karya “Malenong (M)Aso”, sebuah komposisi yang terinspirasi oleh kincir air tradisional Minangkabau. Karya ini merefleksikan bagaimana teknologi tradisional bisa diinterpretasikan kembali untuk menyampaikan isu-isu kontemporer seperti perubahan lingkungan.
Rani juga memperkenalkan alat musik ciptaannya, Kincia Aia. Alat musik ini dirancang sebagai penghormatan terhadap tradisi leluhur yang sekaligus diintegrasikan dengan teknologi modern music digital. Penonton diajak untuk merenungkan hubungan antara inovasi dan tradisi melalui karya ini.
“Melalui sesi ini, saya ingin audiens tidak hanya menikmati keindahan suara dari Kincia Aia tetapi juga memahami cerita di baliknya. Saya ingin mengingatkan pentingnya menjaga warisan budaya kita sambil tetap terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,” ujar Rani.
Harmoni dalam Keberagaman
Jamming Pavilion Expanded pada 21 November 2024 menjadi puncak dari keterlibatan Perempuan Komponis di Gwangju Biennale. Acara ini menghadirkan penampilan solo dari Marisa Sharon Hartanto, Leilani Hermiasih, Mery Kasiman, dan Rani Jambak. Setiap seniman membawakan karya yang mencerminkan pengalaman pribadi mereka.
Setelah penampilan solo, acara berlanjut dengan sesi jamming yang melibatkan kolektif lain seperti Nayamullah (DJ Rencong, Arifa Safura dan Kartika Solapung). Sesi ini menunjukkan bagaimana keberagaman suara dari berbagai budaya dapat menyatu dalam satu harmoni.





Tinggalkan komentar